13 Februari 2009

Di Linge, BRR Sengsarakan Masyarakat Sengsara

Khalisuddin The Globe Journal

Gema Konferensi Forum Koordinasi Aceh Dan Nias (Cfan IV) dengan tema “Celebrating Humanity the Rebirth Aceh Nias” yang diselenggarakan oleh BRR Aceh-Nias di Jakarta Convention Center pada 13-16 Februari 2009 memang tidak didengar oleh masyarakat pedalaman dataran tinggi Gayo, persisnya di Kampung Linge, Pertik, Delung Sekinel, Reje Payung dan Kampung Jamat di Kecamatan Linge Aceh Tengah yang terpaut jarak puluhan ribu kilometer dari Jakarta.


Tahun anggaran 2007 silam, BRR NAD Nias regional III mengucurkan anggaran 1,5 milyar melalui LSM Perantar untuk pemberdayaan ekonomi produktif masyarakat kawasan tersebut. ”Harap untung, malah buntung” ternyata terjadi penyimpangan dalam pengelolaannya.


Kambing-kambing yang diberikan ternyata sakit dan mati secara massal dalam tempo tidak lebih dari seminggu. Sialnya kambing-kambing setempat yang sebelumnya sehat juga ikut mati tertular penyakit. Kerugian masyarakat mencapai 2 milyar belum lagi dana 1,5 milyar yang hanyut begitu saja.


Dua tahun berlalu hingga penyelenggaraan hajatan ”pamer prestasi kerja” di Jakarta Convention Center kasus ini tidak ditangani samasekali.


Hamdani (24) dari Jaringan Anti Korupsi Gayo (JANGKO) melalui pesan singkat di ponselnya menyatakan keprihatinannya kepada wartawan The Globe Journal (12/2). ”Saat itu, masyarakat yang sudah semaput perekonomiannya, ditimpuk lagi dengan persoalan mengubur bangkai ribuan kambing-kambing yang tergeletak dimana-mana. Sementara saat ini eks bos-bos BRR Regional III dan LSM Perantar lenggang kangkung menikmati prestasi kerja. Dan malah beberapa diantaranya maju menjadi caleg untuk anggota DPRK dan DPRA di pemilu 2009,” kata Hamdani.


”Tuntutan ganti rugi melalui media massa atas matinya kambing-kambing mereka tidak digubris samasekali. BRR telah membunuh sekitar duaribu kambing setempat dengan bertameng membawa kambing bantuan yang ternyata hanya membunuh kambing masyarakat dan numpang kuburan di Linge,” tambah Hamdani.


Pada pertengahan Mei 2008 lalu, melalui sebuah media massa, Ikhwanussufa, selaku Kepala Satker Agama Sosial Budaya BRR NAD Nias Regional III menyatakan bahwa proyek bantuan kambing di Kecamatan Linge dikerjakan oleh Kasatker sebelumnya. Menurut Ikhwanussufa proyek tersebut tanpa proses CP/CL. LSM Perantar telah membuat kesalahan besar, LSM yang ditunjuk sebagai pendamping malah bertindak sebagai pelaksana. LSM Perantar membeli kambing-kambing itu dan diserahkan kepada warga. LSM Perantar tidak berniat baik untuk memperbaiki kinerjanya sebagai tenaga pendamping, maka LSM Perantar harus menyetor sejumlah kerugian kepada kas negara. Bahkan saat itu Ikhwanussufa menegaskan “Kami akan meneruskan kasus kamatian kambing-kambing bantuan itu untuk diproses hukum. Tapi kenyataannya hingga saat ini belum ada proses apapun baik proses hukum maupun proses ganti rugi bagi masyarakat.


Dari amatan dan informasi yang dikumpulkan, beberapa proyek lainnya di Aceh Tengah masih dibiarkan terbengkalai. Pembangunan Terminal Tipe B Paya Ilang, ternyata tidak rampung dan tidak dapat difungsikan.


Proyek jalan tembus Kenawat – Tebuk, kini tak bisa dilalui akibat ditutup longsor di beberapa titik. Panjang jalan masih kurang 1,5 km lagi dari rencana awal sehingga belum bisa dimanfaatkan oleh warga. Parahnya, pada 2 januari 2009 lalu banjir bandang untuk pertama kalinya terjadi di kampung Kenawat. Lumput mengubur hektaran padi warga yang baru ditanam. Air sungai meluap akibat tanah labil bekas kerukan alat berat menghambat aliran air sungai yang biasanya lancar.


Di Bener Meriah, BRR menelantarkan proses pembangunan ruas Jalan Simpang Lancang – Uwer Lah Kecamatan Pintu Rime Gayo Bener Meriah. Kondisi jalan yang setengah jadi sangat mengganggu aktifitas warga disana.


Petinggi BRR akan duduk dikursi empuk bersama gubernur, presiden dan para mentri. Hidangan lezat tersaji penyangga haus dan lapar dalam membahas kesuksesan proyek-proyek BRR selama ini. Nun jauh dipedalaman, ditengah rimba belantara bumi Linge masyarakat menghiba meratapi pembantaian ternak mereka.


Mungkinkah dalam pameran dan pemaparan hasil kerja BRR di Jakarta Convention Center memasukkan agenda dengar pendapat kisah tragis masyarakat Linge yang masih menunggu ganti rugi atas kematian kambing mereka ?. Bagaimana pula dengan bangunan serta jalan yang terlantar yang telah timbulkan musibah bagi warga pedalaman ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar