Khalisuddin The Globe Journal
Takengon - Pemerintah Aceh Tengah dinilai tidak transparan dalam prosesi pembebasan tanah masyarakat yang terkena pembangunan jalan baru Paya Tumpi-Paya Ilang yang menurut informasi bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Tahun Anggaran 2008 serta dana Sharing dari APBK Aceh Tengah. Jalan itu merupakan jalan elak dari pintu gerbang Kota Takengon menuju lokasi Terminal Terpadu Paya Ilang yang diprogram pada Bupati Aceh Tengah Mustafa M Tamy.
Seorang Warga Kebet AS Kobat (76) kepada The Globe Journal Jumat (12/12) mengungkapkan rasa sesalnya terhadap sikap Pemda Aceh Tengah yang terkesan tertutup. "Memang kami pernah diundang ke Opsroom beberapa minggu lalu untuk sosialisasi, akan tetapi saat itu tidak diungkap harga yang ditawarkan. Anehnya aparatur resmi pemerintahan di tingkat desa menyebarkan isu dengan menebarkan blangko Surat Pernyataan pada 27 Nopember yang lalu dengan isi diantaranya harga tanah kami dinilai Rp 150.000 per meter pukul rata. Cara ini jelas mengundang keresahan dimasyarakat, papar Kobat.
Menurut pantauan, harga tanah disepanjang rencana pembangunan jalan tersebut memang bervariasi. Di beberapa titik pas dinilai Rp 150.000 per meter dan malah diuntungkan. Akan tetapi di bagian strategis seperti tanah milik Kobat dan beberapa warga lainnya harga ini jauh lebih rendah dari harga jual pasaran disana saat ini yakni mencapai Rp. 400.000 per meter Kobat menyatakan mendukung program ini sebab sangat penting untuk kemajuan Aceh Tengah. Tapi kami bermohon agar pengambil kebijakan lebih arif dalam mensosialisasikan program ini. Mungkin dengan pendekatan persuasif sikap kami akan lebih terbuka dan tidak kaget. Dengan cara yang sekarang ditempuh tentu aparatur kampung ini akan menjadi cercaan masyarakat dan dianggap calo. Hal ini tentu tidak perlu terjadi.
Koordinator JANGKO (Jaringan Anti Korupsi Gayo), Hamdani yang diminta tanggapannya pada Jumat (12/12) menyatakan pihaknya telah menerima tembusan surat pernyataan yang ditandatangani beberapa warga Kebet (7/12) yang antara lain berisi dukungan terhadap program pembukaan jalan akan tetapi dengan tegas meminta pihak Pemda Aceh Tengah untuk mempertimbangkan kembali harga yang diissuekan oleh aparat Kampung Kebet tersebut. ”Kami akan dampingi warga tersebut hingga tercapai kesepakatan antara warga dan Pemda. Sementara ini kami masih pelajari kasus ini,” tegas Hamdani.
Lebih lanjut Hamdani menyatakan kekecewaannya dengan pola yang diterapkan oleh Pemda Aceh Tengah yang tidak profesional yakni dengan cara menebarkan blangko surat pernyataan untuk ditandatangi oleh warga. Blangko tersebut tanpa sumber jelas pengirimnya, akan tetapi jelas dapat dibuktikan dari tangan siapa blangko tersebut mulai beredar. ”Beberapa warga malah sudah setuju dan menandatangani isi blangko tersebut”, pungkas Hamdani.[003]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar