17 April 2008

Komunitas CABC : Promosikan Wisata Aceh Tengah dengan Sepeda


Kelompok pecinta olah raga bersepeda yang lebih dikenal dengan Central Aceh Bicycle Community (CABC) yang merupakan bagian dari Aceh Bicycle Community, terus mengkampanyekan olah raga bersepeda untuk kesehatan, bersepeda ke tempat kerja serta upaya-upaya promosi wisata tanah Gayo.

Wakil Ketua CABC Takengon, Khalisudin S.Pt, yang sejak PORDA Tahun lalu terus mengembangkan olah raga bersepeda ini, rutin melakukan kegiatan bersepeda seputaran Aceh Tengah, termasuk mengunjungi dan menggali potensi pariwisata yang belum dikelola.Seperti yang dilakukan CABC Aceh Tengah, Minggu (6/4) yang melakukan olah raga bersepeda jenis Mountain Bike ke bagian Selatan Danau dengan Rute Takengon-Rawe pulang pergi.


Dalam kesempatan itu, wartawan Harian Rakyat Aceh juga ikut serta anggota CABC lainnya Munawardi dan Fajar. Aceh Tengah merupakan surga bagi pecinta olah raga bersepeda untuk kesehatan dan untuk kenderaan bekerja. Takengon dengan topografinya yang merupakan kawasan pegunungan telah menjadikan kawasan pegunungan ini banyak dikunjungi pecinta olah raga bersepeda, selain untuk tujuan wisata dan tercatat sejak 2006 telah berkali-kali rombongan Atjeh Bicycle Community (ABC) berkunjung ke Tanah Gayo. ini berkat promosi dan undangan kita sebut Khalisuddin

Seperti saat mengunjungi lokasi air terjun yang sangat indah dan alami di Kampung Rawe Kecamatan Luttawar Takengon. Kearifan lokal masih terlihat disekitar kaki pegunungan Danau ini. Hutan pinus dan hutan asli masih terlihat di pinggir kampung yang dekat dengan aliran sungai meski tampak di dekat air terjun Tensaran Rawe terlihat sudah ada aktivitas penebangan untuk dijadikan kebun kopi warga. Jalan menuju lokasi air terjun Tensaren Rawe belum diaspal dan melewati sawah serta kebun kopi warga setempat.“Jalan alami seperti ini merupakan kesukaan pecinta sepeda”, terang Khalis sambil menggenjot pedal sepedanya pada tanjakan.

Sekitar 4 kilometer dari Kampung Rawe, air terjun Tensaren terlihat sangat indah dengan ketinggian air terjun kurang dari 100 meter yang menimbulkan uap air dan pelangi bila berada dibawah air terjun ini.Semuanya masih terlihat alami. Onggokan kayu dan tanaman lumut terlihat disekitar air terjun. Menurut warga setempat, meski jalan setapak kearah air terjun Tensaren, namun sudah banyak pengunjung yang datang melihat keindahan air terjun ini.Menurut Khalisuddin, sebaiknya jalan menunju Tensaren dibiarkan alami. Namun beberapa lokasi menuju Air terjun sebaiknya dibangun tempat istirahat dan Mushalla. Selebihnya, hutan dan ekosistim Air Terjun Tensaren Rawe sebaiknya dibiarkan alami karena hal itu merupakan daya tarik wisata yang disukai wisatawan local dan Asing.‘Kedepan, air terjun Tensaren Rawe akan dijadikan CABC sebagai salah satu rute kegiatan bersepeda santai. Karena menjanjikan pesona yang indah”, ungkap wakil ketua CABC Takengon. Dijelaskan Khalisuddin, di Aceh Tengah banyak sekali rute kegiatan bersepeda yang bisa dikunjungi setiap saat karena aksesnya dari pusat kota Takengon sangat dekat. Olah raga bersepeda, khususnya Mountain Bike (MTB) sangat cocok di Dataran Tinggi Gayo.

“Dijamin, pecinta olah raga bersepeda akan menemukan tempatnya di Takengon”, jelas Khalisudin yang banyak menerima pecinta olah raga sepeda dari Aceh. Baik warga local ataupun pekerja asing. Karena selain alam yang indah, udara pegunungan Aceh Tengah menjadi tempat tersendiri bagi mereka yang menyukai eksotika alam melalui kegiatan bersepeda (Win Ruhdi Bathin)

DR. Armiadi, M.Sc : Ternak Sapi Bali Takengon Perlu Makanan Tambahan

DR. Armiadi,M.Sc, seorang peneliti ternak dari IPB Bogor yang sedang pulang Kampung ke Takengon, berkesempatan mengunjungi Dusun Paya Serngi Kampung Timangan Gading Kecamatan Kebayakan. Dalam kunjungan ke Kampung di pinggiran Kota Takengon ini, DR. Armiadi diminta warga setempat untuk memberi penyuluhan tidak resmi terhadap pola peternakan sapi bali yang umum dilakukan warga setempat.Dalam kesempatan berdiskusi tersebut, Selasa (15/4) warga menceritakan pola beternak sapi bali dan makanan yang diberikan.

Setelah mendengar berbagai keluhan warga, menurut DR.Armiadi, peternak sapi bali di seputaran Takengon masih memakai pola tradisional.Dimana sapi hanya diikat kemudian sore harinya dikandangkan dengan memberi makanan tambahan rumput. “Rumput saja tidak cukup. Karena masih banyak zat kebutuhan sapi yang tidak terdapat dalam rumput hingga perlu diberi makanan tambahan dari unsur lain (mikro)”, ujar Armiadi pada sejumlah warga.Unsur selain rumput tersebut kata peneliti ternak dari IPB ini, bisa didapat dari makanan tambahan seperti dari Milton yang bisa didapat dan diperjualbelikan serta konsentrat.

Dikatakan Armiadi, petani yang memelihara ternak sejenis sapi bali telah menghasilkan keuntungan ganda.Keuntungan tersebut rinci Armiadi antara pupuk kandang yang dapat dipakai untuk pertanian warga serta kebutuhan lainnya. Seperti dijual yang dipakai untuk pupuk bunga.Setelah mengamati berbagai masukan dari warga peternak, Armiadi menyatakan bahwa pengetahuan dasar peternak tentang pemeliharaan ternak masih sangat kurang sehingga perlu diberi penyuluhan intensif agar pengelolaan ternak dapat dijadikan komoditas unggulan selain pertanian.Hanya saja, kata Armiadi, ternak bali tidak bisa disamakan pemeliharaannya dalam lokasi yang sama dengan domba karena bisa menimbulkan penyakit bagi sapi yang disebut MCF. “Virus ini sejenis virus HIV yang belum ada obatnya”, ujar Armiadi.

Di tempat yang sama, Khalisudin S.Pt, Pegawai Peternakan Aceh Tengah yang mendampingi Armiadi menyatakan, Kampung Paya Serngi selama ini sudah dikenal sebagai lokasi peternakan yang disebut VBC (Village Breeding Center) dan terus berkembang yang dilakukan oleh warga. “Dari 200 Kepala Keluarga, 95 diantaranya memiliki hewan peliharaan atau ternak”, ujar Khalis. Namun masih ditemukan beberapa kekurangan dalam pemeliharaan ternak, jelas Khalis, umpamanya, belum adanya kelompok tani ternak yang memudahkan pencapaian tujuan usaha ternak serta membuka akses ke pihak pemerintah maupun swasta. Selain itu, kekurangan lainnya adalah belum diterapkannya tehnologi pakan ternak dan management kandang yang baik.

Menyangkut kandang, kata Khalis, masih berpola sangat tradisonal bahkan dinilai setengah penganiayaan pada ternak. Karena banyak ternak yang meski mempunyai kandang namun dibiarkan tanpa lantai sehingga ternak berada dalam kubangan. “Masyarakat juga belum mempunyai Hijauan Makanan Ternak (HMT) unggul. Sehingga masih mengandalkan rumput alam (Native grass) saja. Imbuh Khalis.

Khalis menyarankan perlunya pengembangan dan penerapan tehnologi reproduksi ternak di Aceh Tengah seperti Inseminasi Buatan (IB) atau minimal pengaturan kawin alam yang lebih intensif . Menyinggung makanan tambahan atau konsentrat, menurut Khalisudin bahan bakunya cukup melimpah di Takengon, seperti, kulit kopi kering, ampas tebu dan limbah pertanian seperti batang jagung, kacanga-kacangan dan jerami padi (www.gayolinge.com)

11 April 2008

senam siswa di Owaq, linge, aceh tengah


Edysaputra, S.Pd, guru olahraga PNS pengangkatan tahun 2008. memulai pengabdiannya di SMPN 24 Kampung Owaq Kecamatan Linge melatih senam kesegaran jasmani bagi siswanya. sebelumnya siswa SMP ini belum mengenal senam kesegaran jasmani.
Siswa/ siswi sekolah tersebut sebagian adalah anak-anak Peternak Ketapang.

Menurut Edy, disana minim fasilitas pendukung pendidikan seperti fasilitas praktek serta tidak adanya sumber air bersih. masyarakat umumnya buang hajat disungai tanpa dinding pembatas...

10 April 2008

Mencacah Rumput


Peternak Ketapang butuh Chooper (mesin Pencacah Rumput) guna meningkatkan daya cerna ternak terhadap pakan yang diberikan, sehingga meningkatkan pertambahan berat badan

08 April 2008

muniru


seorang ibu di kampung pedemun lut tawar takengon sedang muniru (memanaskan badan) setelah mulamut (membersihkan gulma) di sawah miliknya.